Dedolarisasi Global Kian Menguat, Dominasi Dolar AS Terancam

Nasional131 Dilihat

Gambar ilustrasi

JAKARTA || jatenggayengnews.com – Dunia tengah menyaksikan pergeseran besar dalam sistem keuangan internasional seiring dengan menguatnya tren dedolarisasi, yaitu upaya kolektif berbagai negara untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan global. Hingga kini, lebih dari 70 negara telah mengambil langkah nyata untuk menggunakan mata uang lokal sebagai alternatif, menandai babak baru dalam dinamika moneter global pasca Perang Dunia II.

Fenomena ini paling terlihat di kawasan ASEAN, di mana beberapa negara telah memulai transaksi perdagangan bilateral menggunakan mata uang domestik. Selain itu, berbagai sistem pembayaran lintas batas berbasis regional juga dikembangkan guna mengurangi dominasi dolar AS. Di Eropa, muncul keprihatinan serupa, di mana otoritas moneter mulai mengkaji ulang ketergantungan mereka pada kebijakan Federal Reserve AS.

BACA JUGA  Pejabat Ancam Jurnalis, Wajib Disidak Pertanyakan Kerjanya

Blok ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) juga semakin aktif mempromosikan penggunaan mata uang nasional dalam perdagangan internasional. Langkah serupa ditempuh oleh negara-negara besar Asia, termasuk Indonesia, yang bersama negara ASEAN+3 sepakat untuk mengadopsi sistem pembiayaan berbasis mata uang regional seperti yuan. Kesepakatan ini diambil dalam pertemuan para menteri keuangan ASEAN+3 di Milan, Italia.

“Ini adalah langkah signifikan dalam mengurangi dominasi dolar AS,” ungkap Ding Shuang, Kepala Ekonom Greater China di Standard Chartered Bank, dikutip dari Watcher Guru pada Senin (26/5).

Sementara itu, negara-negara CIS seperti Rusia dan Kazakhstan telah melaporkan bahwa lebih dari 85% transaksi internasional mereka dilakukan dalam mata uang lokal. Keberhasilan ini mencerminkan efektivitas kebijakan dedolarisasi yang mereka terapkan.

BACA JUGA  Seorang Wanita Inisial SA (22) Diduga Kuat Melakukan Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika

Langkah ekstrem dilakukan oleh Iran dan Rusia, yang telah sepenuhnya mengganti dolar dalam perdagangan bilateral mereka dengan rial dan rubel. “Kami tak lagi menggunakan dolar. Semua transaksi dilakukan dalam mata uang nasional,” tegas Mohammad Reza Farzin, Gubernur Bank Sentral Iran.

China, sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, terus mendorong penggunaan yuan dalam skala global. Saat ini, yuan digunakan dalam sekitar 47% dari total transaksi perdagangan global. Brasil bahkan telah membuka lembaga kliring yuan untuk memperlancar aktivitas perdagangan dengan mitra Tiongkok.

Sejumlah analis menilai bahwa gelombang dedolarisasi ini dapat membawa konsekuensi serius bagi ekonomi AS. Dalam laporan yang dirilis oleh Deutsche Bank, disebutkan bahwa pergeseran besar dalam aliran modal global bisa terjadi. Penurunan peringkat kredit AS oleh Moody’s pun memperburuk sentimen pasar keuangan terhadap dolar.

BACA JUGA  Buka FGD Bidhumas Polda Jateng 2023, Kabidhumas Jelaskan Pentingnya Peran Sebagai Cooling System

“Nilai dolar kemungkinan akan terus melemah,” prediksi Jan Hatzius, Kepala Ekonom di Goldman Sachs.

Jika tren dedolarisasi ini berlanjut, maka posisi dolar AS sebagai mata uang dominan dunia bisa menghadapi ancaman paling serius dalam sejarah modern. Negara-negara semakin berani mencari jalan alternatif, menunjukkan bahwa dunia sedang memasuki fase baru dalam arsitektur keuangan global.