Tragedi Kebakaran Sumur Ilegal Senami, Penambang Bebas Tanpa Tersentuh Hukum

Nasional65 Dilihat

Jambi || jatenggayengnews.com – Tragedi kebakaran kembali terjadi di kawasan pengeboran minyak ilegal di wilayah Senami. Meski sudah berulang kali menelan korban dan merusak lingkungan, aktivitas illegal drilling di lokasi tersebut terus berjalan diam-diam, seolah luput dari pengawasan razia aparat kepolisian maupun sorotan media.

Sejumlah nama seperti Sitanggang, Asiong, Bonar, Kiting, Irul, dan Dikun disebut-sebut sebagai pengendali sumur-sumur minyak ilegal tersebut. Namun, hingga kini mereka masih bebas tanpa proses hukum yang jelas. Hal ini memunculkan keresahan di tengah masyarakat, termasuk dari kalangan aktivis hukum dan lingkungan.

Fahmi Hendri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PHASIVIC mengkritik keras lambatnya penegakan hukum. Ia mempertanyakan ketimpangan dalam perlakuan hukum antara masyarakat biasa dan para cukong minyak.
“Kalau rakyat kecil mencuri satu liter BBM saja langsung ditangkap, lalu mengapa para pengusaha ilegal ini bisa tetap bebas mengeruk kekayaan negara?” ujarnya, Sabtu (28/6/2025).

BACA JUGA  Kemendagri Dukung Pemerintah Papua Dalam Bimbingan Teknis Pembangunan Daerah SIPD RI

Menurut Fahmi, kebakaran yang terjadi bukan semata-mata musibah, tetapi hasil dari praktik ilegal yang sembrono dan tidak memperhatikan standar keselamatan maupun dampak ekologis.
“Kebakaran ini bukan karena alam, tapi akibat aktivitas pengeboran liar yang dilakukan secara diam-diam dan tidak profesional. Kalau mereka bekerja sesuai mekanisme resmi, hal seperti ini bisa dihindari,” tegasnya.

Ia juga menyinggung bahwa situasi ini memperburuk citra aparat penegak hukum (APH) di mata publik.
“Ketika aparat dianggap gagal menindak tegas, masyarakat jadi curiga. Apakah ada pembiaran? Atau malah lebih jauh, apakah ada unsur permainan di balik ini?” tambah Fahmi.

BACA JUGA  Desa Bunga Eja Terlantar Tanah Hibah Sekolah: Potensi Siswa Banyak, Tapi SD Belum Terwujud

Padahal, dasar hukum yang dilanggar cukup jelas, antara lain:

  • UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, khususnya Pasal 52 dan 53 yang mengatur sanksi bagi pelaku usaha migas ilegal hingga 6 tahun penjara dan denda Rp60 miliar.
  • UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, di mana pencemaran lingkungan akibat kegiatan ilegal bisa dipidana 3–10 tahun dan denda miliaran rupiah.
  • KUHP Pasal 480 dan 406, yang bisa menjerat penadah dan pelaku perusakan lingkungan.
  • UU No. 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, yang menegaskan peran dan kewenangan aparat dalam penegakan hukum.

Fahmi mendesak agar aparat lebih proaktif, dengan mengedepankan pendekatan persuasif yang terencana namun tegas. “Jika para pemilik sumur ilegal itu terbukti, seharusnya tidak sulit untuk segera ditindak. Negara tidak boleh kalah oleh mafia minyak,” pungkasnya.

BACA JUGA  Tanamkan Disiplin Sejak Dini TNI Jayengan Latih PBB Siswa SD

Tragedi ini menjadi cermin bahwa penindakan terhadap kejahatan lingkungan belum sepenuhnya efektif. Kebutuhan akan ketegasan hukum dan transparansi tindakan aparat menjadi mendesak agar kepercayaan publik tidak terus terkikis.