Foto: Dugaan Suap dan Gratifikasi Oknum Imigrasi, Publik Minta Transparansi
jatenggayengnews.com – Dugaan praktik suap, pemerasan, dan gratifikasi yang melibatkan oknum aparat imigrasi dan penegak hukum kembali mencuat, setelah tim investigasi independen menerima sejumlah bukti kuat berupa rekaman suara, tangkapan layar transaksi aset kripto, hingga percakapan bernada ancaman dari seorang Warga Negara Asing (WNA) berinisial “A”. Temuan tersebut diduga mencerminkan praktik korupsi lintas institusi yang merusak integritas sistem hukum di Indonesia.
Dalam dokumen yang dihimpun oleh tim investigasi per 24 Juni 2025, terungkap bahwa WNA tersebut secara rutin menyetorkan dana dalam jumlah besar kepada oknum pejabat imigrasi dan pihak-pihak yang mengaku dapat “mengurus proses hukum dari dalam”. Nilai transfer yang dilacak menggunakan aset digital USDT (Tether) mencapai sekitar Rp660 juta, dengan periode transaksi berlangsung sejak Desember 2024 hingga April 2025.
Salah satu kutipan dalam percakapan digital menyiratkan adanya tekanan terhadap pihak penerima dana, “I paid you a billion every month. I will show absolutely everything,” yang memperkuat dugaan adanya obstruction of justice serta eksploitasi terhadap sistem penegakan hukum.
Meski belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang mengenai identitas para terduga, indikasi keterlibatan sejumlah perantara hukum dan pejabat aktif dalam institusi imigrasi makin menguat. Hingga kini, surat klarifikasi yang dilayangkan kepada pejabat tinggi Kementerian Hukum dan HAM belum dijawab, sementara permintaan konfirmasi melalui pesan singkat kepada salah satu pimpinan media hanya dibalas dengan jawaban yang dianggap tidak relevan.
Menurut pengamat hukum dan tata negara, Dr. Eko Sulistyo, kasus ini menyentuh jantung kepercayaan publik terhadap negara. “Jika terbukti, ini melibatkan pelanggaran serius terhadap UU Tipikor Pasal 5, 11, 12, serta UU TPPU dan KUHP. Pemerintah harus menanggapi dengan tindakan hukum yang tegas dan terbuka,” tegasnya.
Pihak masyarakat sipil mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, serta Propam Polri segera turun tangan. Mereka juga menuntut agar Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi menyatakan sikap publik dan membuka ruang transparansi melalui pengawasan media independen.
Kasus ini menjadi ujian bagi pemerintah: Apakah hukum masih dapat ditegakkan tanpa intervensi uang, atau justru tunduk pada kekuasaan transaksional? Publik kini menantikan langkah nyata yang mencerminkan supremasi hukum, bukan sekadar retorika.