Sulbar || Jatenggayengnews.com-Dugaan praktik kriminalisasi terhadap petani kembali mencuat dalam konflik agraria yang melibatkan perusahaan sawit di Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat. Kali ini, Zaenal A. Toton (33), seorang petani dari Desa Ako, dilaporkan ditangkap dan ditahan oleh pihak Polres Pasangkayu atas tuduhan pencurian buah sawit.
Penangkapan terjadi pada Minggu, 1 Juni 2025, sekitar pukul 10.00 WITA di Pondok Blok 22 Bravo. Polisi datang membawa surat pemanggilan terhadap Zaenal sebagai saksi dalam kasus pencurian buah sawit yang pelapor dan terlapornya tidak jelas identitasnya. Namun, malam itu juga, Zaenal langsung ditahan di Polres Pasangkayu.
Sehari kemudian, Senin 2 Juni, sejumlah saksi dipanggil untuk dimintai keterangan. Mereka antara lain Ispana (40), Awi (25), Illang (30), Firman Saputra (16), Pangirang (65), dan Bolong (25). Dalam keterangannya kepada media PengawalKebijakan.id, saksi Pangirang menyampaikan adanya tekanan dalam proses pemeriksaan.
“Penyidik memaksa saya menjawab hal-hal yang tidak saya ketahui. Saya hanya diminta menjaga buah, bukan menahan,” ujarnya. Bahkan, ketika ia keberatan dengan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) karena mengandung kata ‘pencurian’, penyidik hanya meralat menjadi ‘dugaan’ tanpa mengubah isi BAP tersebut.
Situasi semakin memanas saat sekitar pukul 16.30 WITA, delapan anggota Polres Pasangkayu mendatangi rumah mertua Zaenal di Desa Ako. Mereka memaksa Zaenal menandatangani sebuah surat yang tidak diperkenankan dibaca terlebih dahulu oleh pihak keluarga. Dalam proses itu, diduga terjadi tindakan kekerasan fisik: leher Zaenal dirangkul dan tangannya ditarik agar menandatangani dokumen tersebut. Istri Zaenal yang mencoba membela suaminya sampai menggigit tangan dan bahu polisi yang memaksa.
Setelah surat ditandatangani, Zaenal langsung dibawa paksa ke Polres Pasangkayu dan hingga kini masih ditahan.
Dokumen penahanan Zaenal diterbitkan pada 3 Juni 2025 dengan Surat Perintah Nomor: SP.Kap/30/VI//RES.1.8./2025/Reskrim. Penahanan itu ditandatangani oleh Inspektur Polisi Satu Rully Marwan S.Tr.K., S.I.K dan diterima oleh penyidik Iptu Shimas Kriesna Agusta Setyawan Putra, serta penyidik pembantu Bripka Wahyu, Bripka Adrimulfiadi Putera, dan Bripka Annur Ahmat.
Desakan Kepada Propam Polda Sulbar
Menanggapi kejadian tersebut, Ketua Komda Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP.K-P-K) Sulawesi Barat bersama penasihat hukumnya, Kombes (Purn) Andarias SH, SE, MM, mengajukan laporan resmi ke Propam Polda Sulbar.
Mereka mendesak agar:
Kapolda Sulbar melindungi hak-hak hukum warga yang dilaporkan sebagai korban kriminalisasi,
Mengevaluasi netralitas penyidik di Polres Pasangkayu,
Menginstruksikan audit etik dan kinerja oleh Propam dan Wasidik terhadap proses penanganan kasus ini,
Menjamin independensi aparat penegak hukum dari pengaruh perusahaan.
“Petani bukan penjahat. Mereka adalah korban dari sistem agraria yang timpang. Jika aparat tunduk pada tekanan korporasi, tidak akan ada ruang keadilan bagi rakyat kecil,” tegas Kombes (Purn) Andarias.
Kabiro Media PengawalKebijakan.id, Eliasib, juga menyatakan keprihatinannya. Menurutnya, konflik antara masyarakat dan perusahaan sawit di Sulawesi Barat sering kali berujung pada tindakan yang mencederai hak asasi petani.
“Sungguh ironis ketika ruang hidup rakyat yang mereka pertahankan demi kelangsungan hidup, justru dianggap sebagai tindak kriminal oleh perusahaan dan aparat penegak hukum,” ujarnya.
Laporan tersebut disampaikan dengan itikad baik agar Propam Polda Sulbar menindaklanjuti dugaan pelanggaran hukum secara adil, transparan, dan profesional.